Stroke merupakan penyebab kecacatan dan bahkan kematian yang sering
dialami banyak orang di dunia. Stroke merupakan gangguan fungsi saraf
yang menyebabkan penurunan kesadaran, gangguan bicara, dan kelumpuhan
anggota gerak, di mana bisa terjadi secara tiba-tiba akibat adanya
gangguan peredaran darah di otak.
Data dari World Stroke Organization (Organisasi Stroke Dunia)
mengatakan bahwa kejadian stroke mengalami peningkatan yang signifikan
di negara-negara berkembang. Penelitian juga menunjukkan jika angka
kecacatan dan kematian lebih tinggi pada negara berkembang.
Salah satu penyebab meningkatnya kejadian stroke di negara berkembang
tidak lepas dari adanya mitos yang salah kaprah tentang stroke di
kalangan masyarakat.
Beberapa Mitos Tentang Stroke
1. Stroke terjadi hanya pada orang berusia lanjut
Ini merupakan anggapan yang tidak tepat. Faktanya stroke bisa menyerang
siapa saja dan tidak mengenal usia. Memang kejadian stroke sering
dijumpai pada orang berusia 50 tahun keatas, namun stroke bisa menyerang
semua usia. Stroke bisa terjadi pada anak, dan umumnya kondisi ini
dikarenakan kelainan pembuluh darah dan komponen darah sejak ia lahir,
dan ini tidak terkait dengan gaya hidup yang tidak sehat (merokok,
kegemukan, dan kadar kolesterol tinggi) seperti pada orang dewasa.
2. Stroke hanya ada satu jenis
Hal ini juga tidak tepat. Sebenarnya terdapat dua jenis stroke. Yang
pertama adalah stroke iskemik, yakni penyumbatan pada salah satu
pembuluh darah yang berperan dalam menyuplai darah ke otak. Sedangkan
yang kedua adalah stroke hemoragik, yakni pendarahan otak akibat
pembuluh darah pecah. Keduanya hampir sama, namun penanganannya sangat
berbeda.
3. Stroke hanya menyerang laki-laki
Faktanya, stroke tidak pandang bulu dalam menyerang seseorang, baik
laki-laki ataupun wanita. Bahkan sebuah penelitian besar di tahun 2007
oleh Seshadri menunjukkan bahwa stroke sering terjadi pada wanita.
Stroke bisa meningkat dua kali lipat pada wanita yang mempunyai tekanan
darah lebih dari 140/90mmHg. Selain itu, kejadian stroke pada wanita
biasanya meningkat signifikan saat mereka memasuki usia menopause.
4. Stroke terjadi hanya pada penderita hipertensi
Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar. Walaupun hipertensi adalah faktor risiko stroke yang utama, akan tetapi itu bukanlah satu-satunya. Selain hipertensi, faktor risiko lainnya adalah diabetes, kadar kolesterol darah tinggi, merokok, riwayat keluarga, dan lain-lain.
5. Stroke tidak dapat dicegah
Faktanya adalah stroke bisa dicegah. Pencegahan stroke bisa dilakukan
dengan mengetahui terlebih dahulu faktor risiko stroke itu sendiri.
Selanjutnya, pengendalian faktor risiko stroke adalah dengan cara
menurunkan berat badan berlebih, menormalkan kadar kolesterol darah, berhenti merokok,
dan menurunkan tekanan darah. Intinya adalah dengan menerapkan pola
hidup sehat. Untuk menerapkannya, anda dianjurkan untuk mengonsumsi
makanan yang lebih sehat seperti buah dan sayur, berolahraga, dan
menghindari merokok. Pada kasus tertentu, anda juga perlu mengonsumsi
obat-obatan untuk menormalkan kolesterol darah dan tekanan darah.
6. Stroke tidak dapat diobati
Faktanya, stroke bisa diobati, hanya saja untuk mendapatkan pengobatan
stroke yang optimal sangat dipengaruhi oleh waktu. Semakin cepat orang
terkena stroke mendapatkan pertolongan yang tepat, maka semakin besar
pula kemungkinan terhindar dari kecacatan dan kematian akibat stroke.
Permasalahan yang umum dijumpai adalah kurang diketahuinya gejala
stroke. Adapun batas waktu penanganan stroke agar lebih optimal adalah 3
hingga 4,5 jam pasca kejadian. Apabila anda mengetahui orang terdekat
anda mengalami kesulitan bicara, penurunan kesadaran, dan kelumpuhan
yang terjadi secara tiba-tiba, bisa jadi ini adalah serangan stroke.
Segera bawa ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas memadai.
7. Stroke merupakan akhir dari segalanya
Stroke bukanlah akhir dari segalanya. Sebagai informasi, angka kematian
yang disebabkan stroke adalah 20 hingga 30 persen. Hal ini berarti ada
70 persen orang yang masih hidup dari serangan stroke. Orang-orang
tersebut dikenal dengan “the stroke survivors”, karena masih selamat
dari serangan stroke.
Mereka mempunyai level kecacatan yang beragam, mulai dari yang ringan
hingga yang berat. Penanganan terhadap kecacatan tersebut membutuhkan
tindakan rehabilitasi yang tepat. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat
konsep neuroplastisitas yang memiliki kemungkinan dalam memperbaiki
fungsi saraf hingga enam bulan pasca serangan stroke terjadi. Waktu enam
bulan ini harus dikejar aga mendapatkan pemulihan yang optimal. Para
stroke survivors diwajibkan untuk mengonsumsi obat secara teratur dan
mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat untuk mencegah serangan stroke yang bisa datang lagi.